Jumat, 30 Januari 2015

sistem pers di Indonesia



SISTEM PERS DI INDONESIA
Secara etimologis, kata pers atau press (dalam Bahasa Inggris) artinya menekan atau mengepres. Isitlah ini merujuk pada alat dari besi atau baja yang di antara dua lembar besi tersebut diletakkan suatu barang. Kata pers berkaitan dengan upaya menertibkan sesuatu dengan upaya menertibkan sesuatu melalui cara mencetak.
Terdapat dua pengertian tentang pers:
·                     Pers dalam arti sempit: adalah media cetak yang mencakup surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan bulletin-buletin pada kantor berita. 
·                     Pers dalam arti luas: mencakup semua media komunikasi yaitu media cetak, media audio, media audiovisual, dan media elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dan sebagainya. 
Menurut UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Pengertian inilah yang termasuk pengertian pers dalam arti luas.

Perkembangan Pers di Indonesia :
·                     Pers masa pergerakan 
Masa pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers masa pergerakan tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan nasional. Setelah munculnya pergerakan modern Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang dikeluarkan orang Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat ini merupakan corong dari organisasi pergerakan Indonesia. Karena sifat dan isi pers pergerakan adalah anti penjajahan, pers mendapatkan tekanan dari pemerintah Hindia Belanda. Salah satu cara pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah dengan memberikan hak kepada pemerintah untuk menutup usaha penerbitan pers pergerakan. Pada masa pergerakan itu berdirilah kantor berita nasional Antara pada tanggal 13 Desember 1937.


·                     Pers masa penjajahan Jepang
Pada masa ini, pers nasional mengalami kemunduran besar. Pers nasional yang pernah hidup di zaman pergerakan, secara sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk tujuan yang sama, yaitu mendukung kepentingan Jepang. Pers di masa pendudukan Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan bersifat pro Jepang. Dan di akhir pemerintahan kolonial Jepang, pers radio punya peran yang sangat signifikan. Ia turut membantu penyebarluasan Proklamasi dan beberapa saat sesudahnya dalam Perang Kemerdekaan. 
·                     Pers masa Revolusi Fisik 
Periode revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. Masa itu adalah saat bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang berhasil diraihnya pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki Indonesia sehingga terjadilah peran mempertahankan kemerdekaan.
Saat itu, pers terbagi menjadi dua golongan : 
1.            Pers NICA, yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda. Pers ini berusaha mempengaruhi rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk bekuasa di Indonesia. 
2.            Pers Republik, yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia. Pers Republik disuarakan oleh kaum republik yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pers ini benar-benar menjadi alat perjuangan masa itu. 
·                     Pers masa Demokrasi Liberal 
Masa Demokrasi Liberal adalah masa di antara tahun 1950 sampai 1959. Pada waktu itu Indonesia menganut system parlementer yang berpaham liberal. Pers nasional saat itu sesuai dengan alam liberal yang sangat menikmati adanya kebebasan pers. Pers nasional pada umumnya mewakili aliran politik yang saling berbeda. Fungsi pers dalam masa pergerakan dan revolusi berubah menjadi pers sebagai perjuangan kelompok partai atau aliran politik.

·                     Pers masa Demokrasi Terpimpin 
Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa kepemimpinan Presiden Soekarno (1959-1965). Masa ini berawal dari keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1955 untuk mengakhiri masa Demokrasi Liberal yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Sejak itu mulailah masa Demokrasi Terpimpin dengan mendasarkan kembali pada UUD 1945. Sejalan dengan Demokrasi Terpimpin, pers nasional dikatakan menganut konsep otoriter. Pers nasional saat itu merupakan corong penguasa dan bertugas mengagung-agungkan pribadi presiden, serta mengindoktrinasikan manipol. Pers diberi tugas menggerakkan aksi-aksi massa yang revolusioner dengan jalan memberikan penerangan,Membangkitkan jiwa, dan kehendak massa agar mendukung pelaksanaan manipol dan ketetapan pemerintah lainnya.




·                     Pers masa Orde Baru 
Pers senantiasa mencerminkan situasi dan kondisi masyarakatnya. Pers nasional pada masa Orde Baru adalah salah satu unsur penggerak pembangunan. Pemerintah Orde Baru sangat mengharapkan pers nasional sebagai mitra dalam menggalakkan pembangunan sebagai jalan memperbaiki taraf hidup rakyat. Pada saat itu, pers menjadi alat vital dalam mengkomunikasikan pembangunan. Karena pembangunan sangat penting bagi orde baru, maka pers yang mengkritik pembangunan mendapat tekanan. Orde baru yang pada mulanya bersifat terbuka dan mendukung pers, namun dalam perjalanan berikutnya mulai menekan kebebasan pers. Pers yang tidak sejalan dengan kepentingan pemerintah atau berlaku berani mengkritik pemerintah akan dibredel atau dicabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).

·                     Pers masa Reformasi
 Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasannya. Hal demikian sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Pemerintah pada masa reformasi sangat mempermudah izin penerbitan pers. Akibatnya, pada awal reformasi banyak sekali penerbitan pers baru bermunculan. Bisa dikatakan pada awal reformasi kemunculan pers ibarat jamur di musim hujan. Pada masa inilah marak bermunculan apa yang disebut jurnalisme online. Kalau sebelumnya pers di Indonesia masih didominasi oleh media cetak dan media penyiaran, pada masa ini mulai banyak berdiri sejumlah jurnalisme online. Jurnalisme ini menggunakan sarana internet sebagai medianya. Jurnalisme ini mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh jurnalisme media cetak dan media penyiaran.


KODE ETIK JURNALISTIK
Kode etik adalah norma atau asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai pedoman tingkah laku. sebagai pedoman tingkah laku, kode etik berbeda dengan hokum meskipun sama-sama bersifat mengatur dan menjadi pedoman dalam bertingkah laku. Adapun ciri kode etik adalah sebagai berikut : 
1.            Sanksinya bersifat moral atau mengikat secara moral pada anggota kelompok tersebut. 
2.            Daya jangkaunya hanya berlaku pada kelompok yang memiliki kode etik tersebut bukan pada kelompok lain.
3.            Dibuat dan disusun oleh lembaga/kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan organisasi itu bukan dari pihak luar. 
Dalam Undang-undang pers disebutkan bahwa wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh pers. Jadi setiap wartawan memiliki dan menaati kode etik yang ditetapkan oleh organisasi wartawan tempat ia bernaung.






Berikut ini contoh kode etik yang dibuat oleh para insane pers: 
* Wartawan menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. 

* Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi, serta memberikan identitas kepada sumber informasi. 

* Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampur adukkan fakta dan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.

* Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.

* Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan menyalahgunakan profesi.

* Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, serta off the record sesuai kesepakatan.

*Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan, serta melayani hak jawab.

*Wartawan Indonesia yang Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melaporkan dan meyiarkan informasi secara factual dan jelas sumbernya, tidak menyembunyikan fakta serta pendapat yang penting dan menarik yang perlu diketahui public sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat.


KEBEBASAN PERS YANG BERTANGGUNG JAWAB 

Pers yang bebas dan bertanggung jawab akan meningkatkan keterbukaan rakyat dengan pemerintah melalui pemberitaan dan informasi yang disampaikan. Dengan adanya pers maka kebijakan pemerintah dapat diketahui masyarakat. Demikian pula masyarakat dapat berkomunikasi dengan pemerintah melalui pers. Keterbukaan merupakan cirri masyarakat dan Negara demokratis. Keterbukaan dapat diciptakan jika ada kebebbasan pers. 

Dalam hal ini kebebasan pers adalah terikat. Artinya, meskipun pers diberikan kebebasan tapi tetap terikat pada aturan. Dimana aturan itulah yang menjadi dasar gerak para insane pers. Karena tidak semua orang yang diberikan kebebasan dapat menjaga diri. Maka dari itu,meskipun pers diberikan kebebasan tetap saja kebebasan itu terikat pada aturan agar tidak terjadi yang namanya pelanggaran yang dapat merusak nama baik.




Adapun kelemahan dari adanya kebebasan pers yakni : 
·                     Bisa saja dengan kebebasan pers, media meliput berita seorang pejabat yang melakukan korupsi dan ternyata berita tersebut tidak benar dan dapat merusak nama baik. 
·                     Pemberitaan yang simpang siur dan tidak jelas sumbernya dapat meresahkan dan membingungkan masyarakat. 
·                     Pemberitaan yang dapat menyulut kebencian antarkelompok dapat mengganggu ketenangan masyarakat.
Adapun kelebihan dari adanya kebebasan pers yakni :
·                     Dengan adanya media yang bebas menyajikan berita, maka masyarakat dapat mengikuti perkembangan zaman dan dapat semakin dekat dengan pemrintah dengan cara melihat berbagai berita yang yang disajikan berikut dengan program-program pemerintahan yang berlaku. 
·                     Dengan adanya kebebasan pers dapat menambah wawasan masyarakat melalui informasi yang disajikan.

Media yang menyalahgunakan kebebasannya dapat digugat oleh masyarakat. Selanjutnya, gugatan tersebut diproses melalui jalur hokum. Supaya pers yang bebas tersebut ada pertanggungjawabannya, dibuthkan integritas dan profesionalitas para insane pers, misalnya wartawan. Wartawan perlu sekali menyadari akan tanggung jawab sosialnya pada masyarakat. Untuk tetap menjamin tegaknya kebebasan pers dan terpenuhinya hak masyarakat, diperlukan suatu landasan moral atau etika profesi yang bias menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas para wartawan. Wartawan perlu memiliki dan mengamalkan kode etik jurnalistik. Jika wartawan melanggar kdoe etik maka pemberian hukuman diserahkan pada jajaran pers dan sanksinya dilaknsanakan oleh organisasi pers yang ada.


















Analisis system pers di Indonesia


Reality Show: Fakta atau Rekayasa
Jakarta (Berita Dewan Pers) - Para pembuat acara reality show di televisi seharusnya memberi penjelasan kepada masyarakat apakah tayangan yang dibuatnya adalah fakta atau hasil rekayasa. Sebab banyak pihak meragukan kebenaran dari tayangan tersebut. Kalau benar sebuah reality show adalah hasil rekayasa namun tidak dijelaskan di dalam tayangannya, maka dapat disebut sebagai kebohongan publik.
Pendapat tersebut dikemukakan Anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, saat menjadi pembicara dalam program Dewan Pers Kita bertema “Reality Show: Fakta atau Rekayasa” yang disiarkan TVRI akhir Agustus lalu. Pembicara lain yaitu budayawan Arswendo Atmowiloto dan Managing Director Creative Indigo Production, Robby T. Winarka.
Menurut Alamudi, jika dalam tayangan reality show terdapat fakta dan rekayasa, seharusnya publik diberitahu bagian mana yang fakta dan rekayasa. Tanpa pemberitahuan semacam itu, publik menganggap semua tayangan itu fakta. ”Seolah-olah itu kejadian benar. Itu kebohongan publik,” katanya.
Ia mendorong masyarakat untuk aktif mengontrol televisi dengan cara mengirim protes untuk setiap tayangan yang dianggap tidak pantas atau melanggar aturan. ”Banjiri dengan surat protes,” pintanya.
Arswendo berpendapat, reality show lebih tepat disebut reality tv. Di dalamnya, yang paling pokok, ada aktualitas dan tidak ada skenario. Ia sependapat kalau masyarakat tidak cukup terinformasikan mengenai kebenaran tayangan reality show yang ada di televisi saat ini. Belum ada tradisi mengungkap hal semacam itu yang kemudian memunculkan tudingan bahwa televisi telah melakukan kebohongan publik.
Menurutnya, kesuksesan acara reality show karena masyarakat urban, seperti di Indonesia, suka ditampilkan di televisi.
Sementara Robby menjelaskan ada beberapa jenis reality show. Ada reality show yang berisi fakta tanpa rekayasa. Ada juga yang sebagian pelakunya direkayasa. Biasanya penambahan pelaku berskenario dilakukan untuk mendramatisir cerita.Sebelum reality show ditayangkan, Robby mengungkap, terlebih dulu meminta izin pada para pelaku yang ada di dalam tayangan. Umumnya mereka setuju ditayangkan karena berharap orang lain tidak mengalami nasib yang sama dengan yang dialaminya. Mereka biasanya juga mendapat imbalan.
Dalam kasus ini sangat melanggar dan membohongi public karena dimana masyaraakat sangat percaya dengan adegan adegan yg sudah di tayangkan. Seakan akan kejadian tersebut memang ada padahal hanya kebongan yg di berika.


Contoh kasus
Termehek mehek
Acara reality show termehek-termehek memang merupakan sebuah acara yang berdasarkan sebuah kenyataan namun dalam pembentukan alur ceritanya memang banyak dimanipulasi sebagai upaya untuk menjadikan acara ini lebih menarik.
Benar bahwa termehek-termehek mencari seseorang yang hilang dan orang-orang yang mencarinya pun memang benar-benar mencari orang yang hilang tersebut. Hal ini disimpulkan dari pertemuan kedua belah pihak yang biasanya penuh dengan kesedihan. Ingat bahwa jika itu merupakan bikinan, sangat sulit untuk mencari dan melatih (bisa dibilang) artis amatir untuk akting sebaik itu apalagi mengingat bahwa salah satu bagian dari seni teater atau biasa disebut dunia akting adalah kemampuan sang aktor/aktris untuk “menangis” dan mereka biasanya hampir selalu menangis dalam adegan pertemuan. Logika kedua adalah bahwa termehek-termehek merupakan 100% kebohongan itu mustahil. Mengapa mustahil? Karena tidak mungkin “menyewa” sekian banyak aktor/aktris yang harus selalu diganti karena tentu akan menjadi masalah semisal ada penonton TV yang menyadari bahwa orang yang ditayangkan sudah pernah ada. Lagi pula jika memang “menyewa” sekian banyak aktor itu pun mustahil karena jika ada 10 orang yang terlibat tiap episodenya dan tiap minggu 2 episode, maka berapa banyak orang yang harus “dijaga” agar tidak menyebarkan “kebohongan” termehek-mehek?
Pada adegan-adengan tertentu termehek-mehek juga sering “loss control” terhadap jalan cerita yang mereka buat. Karena sulit untuk menjelaskannya saya akan memberikan sebuah contoh yaitu pernah ada sebuah adegan diamana tim dari termehek-mehek mengejar seseorang yang menaiki sebuah tangga Bus Way dan naik sebuah Bus TansJakarta lalu mereka mengintrogasi orang yang dikejar tersebut di dalam Bus TansJakarta yang sedang berjalan.
Setelah dianalisa, saya menemukan banyak sekali kejanggalan dalam adegan tersebut. Kejanggalan yang pertama yaitu pada saat sang kameraman sedang mengejar sambil merekam kru yang juga sedang mengejar orang tersebut. Yang janggal di sini adalah dari awal menaiki tangga sampai hampir sampai ke loket Bus Way, jarak mereka cukup jauh lalu adegan itu dipotong dan dilanjutkan adegan mereka berlari dan tiba-tiba saja mereka sudah dalam jarak yang sangat dekat bahkan hampir bersamaan ketika memasuki Bus TansJakarta.
Kejanggalan yang kedua, yang menurut saya sangat fatal, adalah bahwa mereka semua masuk ke dalam Bus TansJakarta yang baru saja datang tanpa membeli dan membayar tiket! Dan yang lebih anehnya lagi, tidak ada satupun dari pihak TransJakarta yang mempermasalahkan hal itu.
Kejanggalan yang ketiga adalah di dalam Bus TansJakarta mereka beradu perkataan dengan sangat keras, namun baru setelah keributan itu berlangsung cukup lama baru ada orang yang entah dari pihak TransJakarta atau penumpang di situ yang menanyakan ada masalah apa di situ. Ekspresi dari orang yang bertanya tersebut juga terlalu biasa untuk sebuah keributan sebesar itu, orang itu bertanya dengan santainya bahwa ada masalah apa itu dan hanya dengan 1-2 kalimat orang tersebut puas dan pergi. Yang anehnya lagi beberapa orang di dalam bus tersebut tertangkap kamera dan dari penumpang-penumpang tersebut banyak yang tidak mengindahkan keributan tersebut yang menurut saya sangat tidak wajar jika ada seseorang yang sedang ribut besar di sebuah bis sambil membawa kamera dan mereka hanya melirik dan tidak perduli dengan semuanya itu sampai mereka turun dari Bus TransJakarta. Hal ini sangat tidak wajar.
Dari semua yang telah dipaparkan di atas, dapat saya prediksi secara logika bahwa memang termehek-mehek benar-benar mencari seseorang, namun mereka membuat seuatu konflik-konflik untuk membuat cerita tersebut menjadi lebih menarik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar