SISTEM
PERS DI INDONESIA
Secara
etimologis, kata pers atau press (dalam Bahasa Inggris) artinya menekan atau
mengepres. Isitlah ini merujuk pada alat dari besi atau baja yang di antara dua
lembar besi tersebut diletakkan suatu barang. Kata pers berkaitan dengan upaya
menertibkan sesuatu dengan upaya menertibkan sesuatu melalui cara mencetak.
·
Pers dalam arti sempit: adalah media cetak
yang mencakup surat kabar, koran, majalah, tabloid, dan bulletin-buletin pada
kantor berita.
·
Pers dalam arti luas: mencakup semua media
komunikasi yaitu media cetak, media audio, media audiovisual, dan media
elektronik. Contohnya radio, televisi, film, internet, dan sebagainya.
Menurut
UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik,
maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik,
dan segala jenis saluran yang tersedia. Pengertian inilah yang termasuk
pengertian pers dalam arti luas.
Perkembangan Pers di Indonesia :
Perkembangan Pers di Indonesia :
·
Pers masa pergerakan
Masa
pergerakan adalah masa bangsa Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda
sampai saat masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers masa pergerakan tidak
bisa dipisahkan dari kebangkitan nasional. Setelah munculnya pergerakan modern
Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, surat kabar yang dikeluarkan orang
Indonesia lebih banyak berfungsi sebagai alat perjuangan. Pers saat ini
merupakan corong dari organisasi pergerakan Indonesia. Karena sifat dan isi
pers pergerakan adalah anti penjajahan, pers mendapatkan tekanan dari
pemerintah Hindia Belanda. Salah satu cara pemerintah Hindia Belanda saat itu
adalah dengan memberikan hak kepada pemerintah untuk menutup usaha penerbitan
pers pergerakan. Pada masa pergerakan itu berdirilah kantor berita nasional
Antara pada tanggal 13 Desember 1937.
·
Pers masa penjajahan Jepang
Pada
masa ini, pers nasional mengalami kemunduran besar. Pers nasional yang pernah
hidup di zaman pergerakan, secara sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk
tujuan yang sama, yaitu mendukung kepentingan Jepang. Pers di masa pendudukan
Jepang semata-mata menjadi alat pemerintah Jepang dan bersifat pro Jepang. Dan
di akhir pemerintahan kolonial Jepang, pers radio punya peran yang sangat
signifikan. Ia turut membantu penyebarluasan Proklamasi dan beberapa saat
sesudahnya dalam Perang Kemerdekaan.
·
Pers masa Revolusi Fisik
Periode
revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampai 1949. Masa itu adalah saat
bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang berhasil diraihnya
pada tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki Indonesia
sehingga terjadilah peran mempertahankan kemerdekaan.
Saat
itu, pers terbagi menjadi dua golongan :
1.
Pers NICA, yang diterbitkan dan diusahakan
oleh tentara pendudukan Sekutu dan Belanda. Pers ini berusaha mempengaruhi
rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk bekuasa di
Indonesia.
2.
Pers Republik, yang diterbitkan dan diusahakan
oleh orang Indonesia. Pers Republik disuarakan oleh kaum republik yang berisi
semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pers
ini benar-benar menjadi alat perjuangan masa itu.
·
Pers masa Demokrasi Liberal
Masa
Demokrasi Liberal adalah masa di antara tahun 1950 sampai 1959. Pada waktu itu
Indonesia menganut system parlementer yang berpaham liberal. Pers nasional saat
itu sesuai dengan alam liberal yang sangat menikmati adanya kebebasan pers.
Pers nasional pada umumnya mewakili aliran politik yang saling berbeda. Fungsi
pers dalam masa pergerakan dan revolusi berubah menjadi pers sebagai perjuangan
kelompok partai atau aliran politik.
·
Pers masa Demokrasi Terpimpin
Masa
Demokrasi Terpimpin adalah masa kepemimpinan Presiden Soekarno (1959-1965).
Masa ini berawal dari keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1955 untuk mengakhiri
masa Demokrasi Liberal yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Sejak itu mulailah masa Demokrasi Terpimpin dengan mendasarkan kembali pada UUD
1945. Sejalan dengan Demokrasi Terpimpin, pers nasional dikatakan menganut
konsep otoriter. Pers nasional saat itu merupakan corong penguasa dan bertugas
mengagung-agungkan pribadi presiden, serta mengindoktrinasikan manipol. Pers
diberi tugas menggerakkan aksi-aksi massa yang revolusioner dengan jalan
memberikan penerangan,Membangkitkan jiwa, dan kehendak massa agar mendukung
pelaksanaan manipol dan ketetapan pemerintah lainnya.
·
Pers masa Orde Baru
Pers
senantiasa mencerminkan situasi dan kondisi masyarakatnya. Pers nasional pada
masa Orde Baru adalah salah satu unsur penggerak pembangunan. Pemerintah Orde
Baru sangat mengharapkan pers nasional sebagai mitra dalam menggalakkan
pembangunan sebagai jalan memperbaiki taraf hidup rakyat. Pada saat itu, pers
menjadi alat vital dalam mengkomunikasikan pembangunan. Karena pembangunan
sangat penting bagi orde baru, maka pers yang mengkritik pembangunan mendapat
tekanan. Orde baru yang pada mulanya bersifat terbuka dan mendukung pers, namun
dalam perjalanan berikutnya mulai menekan kebebasan pers. Pers yang tidak
sejalan dengan kepentingan pemerintah atau berlaku berani mengkritik pemerintah
akan dibredel atau dicabut Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP).
·
Pers masa Reformasi
Sejak
masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasannya. Hal
demikian sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang
diperjuangkan rakyat Indonesia. Pemerintah pada masa reformasi sangat
mempermudah izin penerbitan pers. Akibatnya, pada awal reformasi banyak sekali
penerbitan pers baru bermunculan. Bisa dikatakan pada awal reformasi kemunculan
pers ibarat jamur di musim hujan. Pada masa inilah marak bermunculan apa yang
disebut jurnalisme online. Kalau sebelumnya pers di Indonesia masih didominasi
oleh media cetak dan media penyiaran, pada masa ini mulai banyak berdiri
sejumlah jurnalisme online. Jurnalisme ini menggunakan sarana internet sebagai
medianya. Jurnalisme ini mempunyai beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh
jurnalisme media cetak dan media penyiaran.
KODE
ETIK JURNALISTIK
Kode
etik adalah norma atau asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai
pedoman tingkah laku. sebagai pedoman tingkah laku, kode etik berbeda dengan
hokum meskipun sama-sama bersifat mengatur dan menjadi pedoman dalam bertingkah
laku. Adapun ciri kode etik adalah sebagai berikut :
1.
Sanksinya bersifat moral atau mengikat secara
moral pada anggota kelompok tersebut.
2.
Daya jangkaunya hanya berlaku pada kelompok
yang memiliki kode etik tersebut bukan pada kelompok lain.
3.
Dibuat dan disusun oleh lembaga/kelompok
profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan organisasi itu bukan dari pihak
luar.
Dalam
Undang-undang pers disebutkan bahwa wartawan memiliki dan menaati kode etik
jurnalistik yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik adalah kode etik yang
disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh pers. Jadi setiap wartawan
memiliki dan menaati kode etik yang ditetapkan oleh organisasi wartawan tempat
ia bernaung.
Berikut ini contoh kode etik yang dibuat oleh para insane pers:
* Wartawan menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
* Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi, serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
* Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampur adukkan fakta dan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
* Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, sadis, dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
* Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan menyalahgunakan profesi.
* Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, serta off the record sesuai kesepakatan.
*Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan, serta melayani hak jawab.
*Wartawan Indonesia yang Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa melaporkan dan meyiarkan informasi secara factual dan jelas sumbernya, tidak menyembunyikan fakta serta pendapat yang penting dan menarik yang perlu diketahui public sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan akurat.
KEBEBASAN
PERS YANG BERTANGGUNG JAWAB
Pers yang bebas dan bertanggung jawab akan meningkatkan keterbukaan rakyat dengan pemerintah melalui pemberitaan dan informasi yang disampaikan. Dengan adanya pers maka kebijakan pemerintah dapat diketahui masyarakat. Demikian pula masyarakat dapat berkomunikasi dengan pemerintah melalui pers. Keterbukaan merupakan cirri masyarakat dan Negara demokratis. Keterbukaan dapat diciptakan jika ada kebebbasan pers.
Dalam hal ini kebebasan pers adalah terikat. Artinya, meskipun pers diberikan kebebasan tapi tetap terikat pada aturan. Dimana aturan itulah yang menjadi dasar gerak para insane pers. Karena tidak semua orang yang diberikan kebebasan dapat menjaga diri. Maka dari itu,meskipun pers diberikan kebebasan tetap saja kebebasan itu terikat pada aturan agar tidak terjadi yang namanya pelanggaran yang dapat merusak nama baik.
Pers yang bebas dan bertanggung jawab akan meningkatkan keterbukaan rakyat dengan pemerintah melalui pemberitaan dan informasi yang disampaikan. Dengan adanya pers maka kebijakan pemerintah dapat diketahui masyarakat. Demikian pula masyarakat dapat berkomunikasi dengan pemerintah melalui pers. Keterbukaan merupakan cirri masyarakat dan Negara demokratis. Keterbukaan dapat diciptakan jika ada kebebbasan pers.
Dalam hal ini kebebasan pers adalah terikat. Artinya, meskipun pers diberikan kebebasan tapi tetap terikat pada aturan. Dimana aturan itulah yang menjadi dasar gerak para insane pers. Karena tidak semua orang yang diberikan kebebasan dapat menjaga diri. Maka dari itu,meskipun pers diberikan kebebasan tetap saja kebebasan itu terikat pada aturan agar tidak terjadi yang namanya pelanggaran yang dapat merusak nama baik.
Adapun
kelemahan dari adanya kebebasan pers yakni :
·
Bisa saja dengan kebebasan pers, media meliput
berita seorang pejabat yang melakukan korupsi dan ternyata berita tersebut
tidak benar dan dapat merusak nama baik.
·
Pemberitaan yang simpang siur dan tidak jelas
sumbernya dapat meresahkan dan membingungkan masyarakat.
·
Pemberitaan yang dapat menyulut kebencian
antarkelompok dapat mengganggu ketenangan masyarakat.
Adapun
kelebihan dari adanya kebebasan pers yakni :
·
Dengan adanya media yang bebas menyajikan
berita, maka masyarakat dapat mengikuti perkembangan zaman dan dapat semakin
dekat dengan pemrintah dengan cara melihat berbagai berita yang yang disajikan
berikut dengan program-program pemerintahan yang berlaku.
·
Dengan adanya kebebasan pers dapat menambah
wawasan masyarakat melalui informasi yang disajikan.
Media
yang menyalahgunakan kebebasannya dapat digugat oleh masyarakat. Selanjutnya,
gugatan tersebut diproses melalui jalur hokum. Supaya pers yang bebas tersebut
ada pertanggungjawabannya, dibuthkan integritas dan profesionalitas para insane
pers, misalnya wartawan. Wartawan perlu sekali menyadari akan tanggung jawab
sosialnya pada masyarakat. Untuk tetap menjamin tegaknya kebebasan pers dan
terpenuhinya hak masyarakat, diperlukan suatu landasan moral atau etika profesi
yang bias menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan
profesionalitas para wartawan. Wartawan perlu memiliki dan mengamalkan kode
etik jurnalistik. Jika wartawan melanggar kdoe etik maka pemberian hukuman
diserahkan pada jajaran pers dan sanksinya dilaknsanakan oleh organisasi pers
yang ada.
Analisis
system pers di Indonesia
Reality Show: Fakta atau
Rekayasa
Jakarta
(Berita Dewan Pers) - Para pembuat acara reality show di televisi
seharusnya memberi penjelasan kepada masyarakat apakah tayangan yang
dibuatnya adalah fakta atau hasil rekayasa. Sebab banyak pihak meragukan
kebenaran dari tayangan tersebut. Kalau benar sebuah reality show
adalah hasil rekayasa namun tidak dijelaskan di dalam tayangannya, maka dapat
disebut sebagai kebohongan publik.
Pendapat
tersebut dikemukakan Anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, saat menjadi
pembicara dalam program Dewan Pers Kita bertema “Reality Show:
Fakta atau Rekayasa” yang disiarkan TVRI akhir Agustus lalu. Pembicara
lain yaitu budayawan Arswendo Atmowiloto dan Managing Director Creative
Indigo Production, Robby T. Winarka.
Menurut
Alamudi, jika dalam tayangan reality show terdapat fakta dan rekayasa,
seharusnya publik diberitahu bagian mana yang fakta dan rekayasa. Tanpa
pemberitahuan semacam itu, publik menganggap semua tayangan itu fakta.
”Seolah-olah itu kejadian benar. Itu kebohongan publik,” katanya.
Ia
mendorong masyarakat untuk aktif mengontrol televisi dengan cara mengirim protes
untuk setiap tayangan yang dianggap tidak pantas atau melanggar aturan.
”Banjiri dengan surat protes,” pintanya.
Arswendo
berpendapat, reality show lebih tepat disebut reality tv. Di
dalamnya, yang paling pokok, ada aktualitas dan tidak ada skenario. Ia
sependapat kalau masyarakat tidak cukup terinformasikan mengenai kebenaran
tayangan reality show yang ada di televisi saat ini. Belum ada tradisi
mengungkap hal semacam itu yang kemudian memunculkan tudingan bahwa televisi
telah melakukan kebohongan publik.
Menurutnya,
kesuksesan acara reality show karena masyarakat urban, seperti di
Indonesia, suka ditampilkan di televisi.
Sementara
Robby menjelaskan ada beberapa jenis reality show. Ada reality show
yang berisi fakta tanpa rekayasa. Ada juga yang sebagian pelakunya
direkayasa. Biasanya penambahan pelaku berskenario dilakukan untuk
mendramatisir cerita.Sebelum reality show ditayangkan, Robby
mengungkap, terlebih dulu meminta izin pada para pelaku yang ada di dalam
tayangan. Umumnya mereka setuju ditayangkan karena berharap orang lain tidak
mengalami nasib yang sama dengan yang dialaminya. Mereka biasanya juga
mendapat imbalan.
Dalam
kasus ini sangat melanggar dan membohongi public karena dimana masyaraakat
sangat percaya dengan adegan adegan yg sudah di tayangkan. Seakan akan
kejadian tersebut memang ada padahal hanya kebongan yg di berika.
|
Contoh
kasus
Termehek mehek
Acara
reality show termehek-termehek
memang merupakan sebuah acara yang berdasarkan sebuah kenyataan namun dalam
pembentukan alur ceritanya memang banyak dimanipulasi sebagai upaya untuk
menjadikan acara ini lebih menarik.
Benar
bahwa termehek-termehek mencari seseorang yang hilang dan orang-orang yang
mencarinya pun memang benar-benar mencari orang yang hilang tersebut. Hal ini
disimpulkan dari pertemuan kedua belah pihak yang biasanya penuh dengan
kesedihan. Ingat bahwa jika itu merupakan bikinan, sangat sulit untuk mencari
dan melatih (bisa dibilang) artis amatir untuk akting sebaik itu apalagi
mengingat bahwa salah satu bagian dari seni teater atau biasa disebut dunia
akting adalah kemampuan sang aktor/aktris untuk “menangis” dan mereka biasanya
hampir selalu menangis dalam adegan pertemuan. Logika kedua adalah bahwa
termehek-termehek merupakan 100% kebohongan itu mustahil. Mengapa mustahil?
Karena tidak mungkin “menyewa” sekian banyak aktor/aktris yang harus selalu
diganti karena tentu akan menjadi masalah semisal ada penonton TV yang
menyadari bahwa orang yang ditayangkan sudah pernah ada. Lagi pula jika memang
“menyewa” sekian banyak aktor itu pun mustahil karena jika ada 10 orang yang
terlibat tiap episodenya dan tiap minggu 2 episode, maka berapa banyak orang
yang harus “dijaga” agar tidak menyebarkan “kebohongan” termehek-mehek?
Pada
adegan-adengan tertentu termehek-mehek juga sering “loss control” terhadap
jalan cerita yang mereka buat. Karena sulit untuk menjelaskannya saya akan
memberikan sebuah contoh yaitu pernah ada sebuah adegan diamana tim dari
termehek-mehek mengejar seseorang yang menaiki sebuah tangga Bus Way dan naik
sebuah Bus TansJakarta lalu mereka mengintrogasi orang yang dikejar tersebut di
dalam Bus TansJakarta yang sedang berjalan.
Setelah
dianalisa, saya menemukan banyak sekali kejanggalan dalam adegan tersebut. Kejanggalan
yang pertama yaitu pada saat sang kameraman sedang mengejar sambil merekam kru
yang juga sedang mengejar orang tersebut. Yang janggal di sini adalah dari awal
menaiki tangga sampai hampir sampai ke loket Bus Way, jarak mereka cukup jauh
lalu adegan itu dipotong dan dilanjutkan adegan mereka berlari dan tiba-tiba
saja mereka sudah dalam jarak yang sangat dekat bahkan hampir bersamaan ketika
memasuki Bus TansJakarta.
Kejanggalan
yang kedua, yang menurut saya sangat fatal, adalah bahwa mereka semua masuk ke
dalam Bus TansJakarta yang baru saja datang tanpa membeli dan membayar tiket!
Dan yang lebih anehnya lagi, tidak ada satupun dari pihak TransJakarta yang
mempermasalahkan hal itu.
Kejanggalan
yang ketiga adalah di dalam Bus TansJakarta mereka beradu perkataan dengan
sangat keras, namun baru setelah keributan itu berlangsung cukup lama baru ada
orang yang entah dari pihak TransJakarta atau penumpang di situ yang menanyakan
ada masalah apa di situ. Ekspresi dari orang yang bertanya tersebut juga terlalu
biasa untuk sebuah keributan sebesar itu, orang itu bertanya dengan santainya
bahwa ada masalah apa itu dan hanya dengan 1-2 kalimat orang tersebut puas dan
pergi. Yang anehnya lagi beberapa orang di dalam bus tersebut tertangkap kamera
dan dari penumpang-penumpang tersebut banyak yang tidak mengindahkan keributan
tersebut yang menurut saya sangat tidak wajar jika ada seseorang yang sedang
ribut besar di sebuah bis sambil membawa kamera dan mereka hanya melirik dan
tidak perduli dengan semuanya itu sampai mereka turun dari Bus TransJakarta.
Hal ini sangat tidak wajar.
Dari
semua yang telah dipaparkan di atas, dapat saya prediksi secara logika bahwa
memang termehek-mehek benar-benar mencari seseorang, namun mereka membuat
seuatu konflik-konflik untuk membuat cerita tersebut menjadi lebih menarik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar