Faktor-faktor Yang
Memperngaruhi Atraksi Interpersonal
Kesamaan Karakteristik
Personal
Menurut
teori Cognitif Consistency dari Fritz Heider, manusia selalu beruusaha mencapai
konsistensi dalam sikap dan prilakunya (Ingat lagi model manusia sebagai
pencari konsistenkognitif, halaman 43.) kata haider,”….kita cenderung menyukai
orang, kita ingin mereka memiliki sikapn yang sama dengan kita, dan jika kita menyukai orang, kita ingin mereka
memiliki sikap yang sama dengan kita, dan jika kita menyukai orang, kita ingin
mereka mempunyai sikap yang sama dengan kita, “kita ingin memiliki sikap yang
sama dengan orang, Kita ingin mereka
memiliki sikap yang sama dengan orang yang kita sukai, supaya semua unsur
kognitif kita konsisten. Anda resah kalau orang yang anda sukai menyukai apa
yang anda benci. Theodore Newcomb (1956; 1961; 1963) menelah perkembangan
persahabatan diantara mahasiswa yang tingal diasrama kampus selama periode 16
minggu. Dengan engnetahui tinngkat kesamaan sikap, newcomb berhasil meramalkan
siapa yang akan tertarik kepada siapa.
Don
Byren (1971) menunjukan hubungan linear antra atra atraksi dengan kesamaan,
dengan mengunakan teori peneguhan dan behaviorism. Persepsi tentang adanya
kesamaan mendatangkan ganjaran, dan perbedaan tidak megenakan. Kesamaan sikap
kan kemampu lain dengan kita meneguhkan kemampuan kita dalam menafsirkan
realitas sosial. Kita benar. Kita mendapat dukungan. Kita menyukai orang yang
mendukung kita. ‘An Agreeable person,’ kata Disraeli, “is a person who agree wite
me.” Dikutip dalgi dari Tubss dan Moss, 1974:93).
Ases
kesamaan ini paa kenyataan bukanlah satu-satunya determinan atraksi
interpersonal akhirnya merupakan gabungan dari efek keseluruhan interaksi
diantera individ. Walaupun begitu, bagi komunikator, lebih tepat untuk memulai
komunikasi dengan mencari kesamaan diantara semua perserta komunikasi.
Tekanan emosional (stress)
Bila
orang berada dalam tekanan yang mencemaskannya atau harus memikul tekanan
emosional, ia akan mengiginkan kehadiran orang lain. Stanly Schachter (1959)
membuktikan peryataan di atas dengan sebuah eksperimen yang menyeliti efek
kejutan listrik yang sangat menyakitkan. Kepada kelompok kedua diberitahuan
bahwa mereka hanya akan mendapat kejutan ringan saja. Schacter menemukan diantara
subjek pada kelompok pertama (kelompok yang tingkat kecemasannya tinggi), 63
persen ingin menunjukan bersama orang lain, dan diantera subjek pada kelompok kedua
hanya 33 persen yang memerlukan sahabat. Schachter menyimpulkan bahwa situasi
penimbul cemas meningkatkan kebutuhan akan kasih sayang. Orang-orang yang akan
mengalami penderitaan bersama sama akan membentuk kelompok yang bersolidaritas
tinggi. Ada orang menafsirkan penelitian ini lebih lanjut. Kalau anak-anak anda
ingian rukun anda akan menjadi orang tua yang kejam (?)
Harga diri yang rendah
Elaine
Walster membayar beberapa orang mahasiswa untuk menjadi perserta dalam
penelitian tentang kepribadian. Sesuai dengan rancangan peneliti, sebelum
eksperimen dimulai, “subjek secara kebetulan” (sebetulnya tidak) berjumpa
dengan seorang mahasiswa yang bermaksut menemui peneliti. Terjadi percakapan
sambil menunggu kedatangan peneliti. Si mahasiswa menunjukan minat yang besar
pada mahasiswa itu, mereka mengobrol selama 15menit, dan sang perjaka berusaha
untuk mengajak bercanda. Setelah itu, subjek di beri tes kepribadian. Sebagian
subjek diberi penilaian yang positif (misalnya, keprbadian dewasa, orisinal dan
sensitif), setengahnya lagi diberikan penilaian negatif (misalnya, belum
dewasa, anti sosial, tidak memiliki bakat kepemimpinan). Maksut walster
sebagian ditinggikan harga dirinya, sebagian lagi direndahkan. Kemudian mereka
diminta memberikan penilaian sejujur-jujurnya pada 5 orang, termasuk laki laki
yang mengajak ngobrol. Ternyata, mahasiswa yang yang merendahkan harga dirinya
cenderung lebih menyenangi laki-laki itu. Menurut kesimpulan walster, bila
harga diri direndahkam, hasrat afiliasi (bergabung dengan orang lain)
bertambah, dan ia makin responsif untuk menerima kasih sayang dari orang lain,
dengan perkataan lain, orang yang rendah diri cenderung lebih cepat mencintai
orang lain (Tubbs dan Moss, 1974)
Isolasi sosial
Manusia
adalah mahluk sosial – itu sudah diketahui orang banyak. Manusia mungkin tahu
hidup terasing beberapa waktu, tetapi tidak untuk waktu yang lama. Isolasi
sosial adalah pengalaman yang tidak enak. Beberapa orang peneliti telah
menunjukan bahwa tingkat isolasi sosial amat besar pengaruhnya terhadap
kesukaan kita pada orang lain. Bagi orang yang terisolasi—narapidana, petugas dirimba,
atau penghuni pulau terpencil—kehadiran manusia merupakam kebahagiaan. Karena
manusia cenderung menyukai orang yang mendatangkan kebahagiaan, maka dalam
konteks isolasi sosial, kecenderungannya untuk menyenagi orang lain bertambah.
Gain
Loss Theory. Ellooutt Aronson (1972) mengembangkan gain loss theory (teori
untung rugi) untuk menjelaskan atraksi interpersonal. Menurut teory ini,
pertambahan prilaku yang menyenangkan dan orang lain akan berdampak positif pada
diri kita. bila anda disukai orang, anda mendapat ganjaran dalam interaksi
sosial. Menurut Aronson orang yang kesukaanya kepada kita bertambah akan lebih
kita senangi dari pada orang yang kesukaanya kepada kita tidak berubah.
Misalnya saya mengatakan kepada anda. Menurut Gain Loss Thory, anda menyenangi
orang itu lebih dalam dari pada orang yang kecintaanya kepada kita tidak
berubah—rata saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar